Miris, Pernikahan Anak di Trenggalek Dipicu Oleh Budaya Arisan Becekan Orang Tua

Miris, Pernikahan Anak di Trenggalek Dipicu Oleh Budaya Arisan Becekan Orang Tua
Ilustrasi pernikahan dini/Foto: Wikimedia commons: Oyonraiman

Trenggalek, Kanaltujuh.com –

Plt Kepala Dinas Sosial P3A Trenggalek Ratna Sulistyowati mengungkapkan berdasarkan data dari Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) disebutkan yang menjadi penyebab banyaknya pernikahan anak di Kabupaten Trenggalek, salah satunya dipicu oleh faktor budaya arisan becekan.

Iklan

Faktor budaya arisan becekan kata Ratna umumnya dilakukan oleh orang tua terhadap saudara atau kerabat yang sedang menggelar hajatan baik itu berupa khitanan atau resepsi pernikahan.

Orang tua yang datang dalam hajatan itu tentu membawa berbagai bekal bahkan tidak menutup kemungkinan memberikan uang pada keluarga yang sedang menggelar hajatan.

Baca Juga:
Anggota Dewan Termuda Trenggalek Berkomitmen Perjuangkan Aspirasi Rakyat

“Nah dari sinilah yang menjadi salah satu pemicu banyaknya pernikahan anak di Trenggalek,” Kata Ratna Jumat (17/02/2023).

Menurutnya ketika orang tua menghendaki agar bekal atau uang yang pernah ia berikan pada saudara ataupun kerabat dalam hajatan tersebut segera kembali, maka yang langkah yang ditempuh orang tua adalah menikahkan anaknya meski di bawah umur.

Ratna kemudian mengatakan temuan penyebab pernikahan anak itu di peroleh ketika pihaknya dalam hal ini P2TP2A membuat SOP (Standar Operasional Prosedur) yang mewajibkan setiap anak yang hendak melangsungkan penikahan harus mendapat surat rekomendasi dari P2TP2A.

Baca Juga:
Mas Ipin dan Syah Natanegara Resmi Daftarkan Diri Sebagai Bakal Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Trenggalek 2024

“Jadi kepala desa tidak boleh mengeluarkan surat rekomendasi untuk pernikahan anak, sebelum mendapat surat rekomendasi dari P2TP2A,” jelasnya.

Lebih lanjut Ratna mengatakan dari hasil observasi dan penggalian yang dilakukan para petugas P2TP2A ditemukan pula bahwa anak yang hendak melakukan pernikahan dini sejatinya mereka tidak ingin melakukan hal itu.

“Anak-anak itu tidak semuanya ingin menikah sebetulnya, masih banyak yang ingin melanjutkan sekolah,” ungkapnya.

Ratna menepis anggapan jika munculnya pernikahan anak sering diasumsikan karena hamil di luar nikah. Ternyata kata dia berdasarkan data yang ada disebutkan anak yang menikah karena hamil di luar pernikahan jumlahnya lebih kecil dibanding anak yang benar-benar melangsungkan pernikahan karena faktor lain.

Baca Juga:
45 Anggota DPRD Trenggalek 2024-2029 Resmi Dilantik, Bupati Ucapkan Selamat dan Apresiasi

Dengan adanya SOP dari P2TP2A kata dia jumlah pernikahan anak di tahun 2022 yang lalu mengalami penurunan yang cukup signifikan, dari 7 persen lebih turun menjadi 3 persen lebih.

“Jadi penurunannya itu sekitar 3,9 persen,” kata Ratna.

Lebih detail Ratna menyampaikan berdasarkan data tentang pernikahan anak di tahun 2021, Kecamatan Bendungan menduduki peringkat teratas yakni 16,78 persen disusul kemudian Kecamatan Pule 13,90 persen dan peringkat ke tiga Kecamatan Dongko 11,32 persen.

Kemudian memasuki tahun 2022 semenjak diberlakukan SOP dari P2TP2A angka pernikahan anak menurun drastis. Meski demikian di tahun 2022 yang lalu Kecamatan Munjungan berada di peringkat pertama untuk pernikahan anak yakni 7,97 persen, kemudian Kecamatan Dongko 5,85 persen persen dan ketiga Kecamatan Panggul 5,62 persen.

Baca Juga:
45 Anggota DPRD Trenggalek 2024-2029 Resmi Dilantik, Bupati Ucapkan Selamat dan Apresiasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *