MK Dikabarkan Setujui Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Begini Awal Mulanya

MK Dikabarkan Setujui Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Begini Awal Mulanya
Foto: Bagus Indahono/EPA

Kanaltujuh.com –

Mahkamah Konstitusi atau MK diyakini akan menyetujui uji materi yang diajukan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), khususnya terkait sistem proporsional tertutup. Hal ini telah menarik perhatian sejumlah partai politik (parpol) dan menjadi perbincangan hangat.

Iklan

Riuhnya perdebatan mengenai keputusan MK yang akan menyetujui uji materi terhadap sistem proporsional tertutup dalam Pemilu bermula dari pernyataan Denny Indrayana, seorang pakar hukum.

Denny mengklaim bahwa ia telah menerima informasi bahwa MK sudah memutuskan untuk mengembalikan sistem Pemilu menjadi proporsional tertutup. Menurutnya, sumber informasi tersebut kredibel, tetapi bukan merupakan hakim MK.

“Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja,” kata Denny melalui pesan teks, yang dilansir dari Tempo.co, Minggu (28/5/2023) kemarin.

Menurut informasi yang diterima, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM tersebut mengungkapkan bahwa terdapat 6 Hakim MK yang menyetujui pengembalian sistem proporsional tertutup. Sebaliknya, 3 Hakim lainnya memberikan pendapat berbeda, yang dikenal sebagai dissenting opinion.

Pernyataan Denny tersebut kemudian mendapatkan respons dari beberapa partai politik yang tidak mendukung sistem proporsional tertutup dalam Pemilu. Salah satunya adalah Partai Demokrat. Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mengungkapkan bahwa jika apa yang dikatakan Denny benar, maka hal tersebut akan menjadi isu yang besar dalam politik Indonesia.

SBY mengajukan pertanyaan mengenai urgensi di balik perubahan sistem dari proporsional terbuka ke sistem proporsional tertutup, terutama mengingat tahapan Pemilu seharusnya sudah dimulai.

“Ingat, daftar caleg sementara baru saja diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum. Pergantian sistem Pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan chaos politik,” kata SBY dalam keterangannya, Minggu (28/5/2023).

Sebelumnya, diketahui bahwa 8 partai politik parlemen, kecuali Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), memiliki sikap yang sama dalam menolak sistem proporsional tertutup. Partai-partai tersebut adalah Partai Demokrat, Partai Keadilan dan Kesejahteraan (PKS), Partai NasDem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Golkar, Partai Gerindra (meskipun absen namun menyatakan sikap), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), serta Partai Amanat Nasional (PAN).

Mereka bahkan telah mengadakan pertemuan besar di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, pada tanggal 8 Januari 2023 yang lalu. Dalam pertemuan tersebut, tercapai kesepakatan dalam lima poin. Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa kedelapan partai tersebut sepakat menolak sistem pemilihan dengan cara mencoblos gambar partai, sebagai wujud komitmen mereka dalam menjaga demokrasi Indonesia.

Sebagai informasi, pada bulan November 2022, terdapat gugatan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perubahan sistem pemilihan dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup. Penggugat utamanya adalah pengurus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yaitu Demas Brian Wicaksono. Selain itu, terdapat lima warga sipil yang juga menjadi pemohon dalam gugatan tersebut, yaitu Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.

Gugatan tersebut berkaitan dengan beberapa pasal dalam Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Salah satunya adalah pasal 168 ayat 2 yang mengatur mengenai pemilihan anggota legislatif dengan sistem proporsional terbuka.

Demas mengkritik sistem proporsional terbuka, menganggapnya memiliki banyak kelemahan. Ia memberikan contoh bahwa calon legislator dari satu partai akan saling bersaing keras untuk mendapatkan suara terbanyak. Selain itu, ia juga mengungkapkan adanya kemungkinan besar terjadinya praktik politik uang. Demas menyatakan bahwa kader-kader berpengalaman sering kali kalah dari kader-kader dengan popularitas dan modal yang lebih besar.

Kader partai yang berpengalaman sering kalah oleh calon yang punya popularitas dan modal besar,” kata Demas dilansir Tempo pada Kamis (12/1/2023) lalu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *