Pengamat: Wacana Pemecahan Dapil Mengarah Ke Sistem Distrik

Pengamat: Wacana Pemecahan Dapil Mengarah Ke Sistem Distrik
Pengamat politik yang sekaligus praktisi Hukum Kabupaten Trenggalek Haris Yudianto/Foto: Kanaltujuh.com

Trenggalek, Kanaltujuh.com –

Pengamat politik yang sekaligus praktisi Hukum Kabupaten Trenggalek Haris Yudianto menilai wacana pemecahan Daerah Pemilihan (Dapil) harus dilihat dari dua sudut pandang yakni hukum dan politik.

Iklan

“Ketika kita harus melihat dari sudut pandang hukum, kita harus melihat sisi rasionalitas yuridisnya. Aturan itu dimulai dari konstitusinya, dari undang-undang pemilu, dari peraturan pelaksanaanya,” kata Haris, Rabu (30/3/2022).

Sementara jika sudut pandang yang digunakan adalah politik, maka pemecahan Dapil itu bisa saja dilakukan.

Haris melanjutkan secara teori sistem pemilu yang digunakan di dunia ada dua yakni sistem Distrik dan Proporsional. Sedangkan di negara Indonesia menganut sistem pemilu Proporsional.

“Sistem Proporsional itu secara sederhana bisa dipahami, basicnya adalah jumlah pemilih, kalau sistem Distrik itu basic-nya adalah wilayah,” terangnya.

Ia lalu menyampaikan ketika wacana pemecahan Dapil tersebut diperkecil hingga tingkat kecamatan seperti yang disuarakan para elit politik lokal, hal itu sebutnya sudah mengarah pada sistem pemilu Distrik.

“Dan itu bertentangan dengan undang-undangnya,” ucapnya.

Ia menilai wacana pemecahan Dapil yang dilontarkan para elit politik lokal tidak memiliki landasan. Seharusnya wacana pemecahan Dapil itu disertai dengan landasan dan aturan.

Bahkan ia menyebut wacana pemecahan Dapil yang disampaikan para elit politik lokal memiliki muatan kepentingan politik.

“Itu jelas untuk kepentingan politik, tujuannya untuk kepentingan politik,” sebutnya

“Tetapi ketika itu dilontarkan pada masyarakat, apa kepentingannya masyarakat dari perubahan Dapil itu, tidak ada, karena tidak mewakili wilayah,” tambahnya.

Oleh karena itu jika ingin perubahan tersebut memiliki urgensi bagi masyarakat maka sistem pemilu yang ada saat ini harus diubah.

“Tetapi selama sistem pemilunya proporsional, pemecahan Dapil itu tidak ada urgensinya untuk masyarakat,” tegasnya.

Ia bahkan menepis anggapan ketika terjadi pemecahan Dapil akan terjadi pemerataan pembangunan.

“Tidak ada itu, karena kita tidak bisa mewakili wilayah, tapi mewakili jumlah pemilih masing-masing daerah pemilihan itu,” ujarnya.

Haris kemudian mengatakan ketika wacana pemecahan Dapil itu nanti dipaksakan, ia memprediksi hal itu tentu akan ditolak oleh KPU pusat.

“Dan itu sekali lagi akan bertabrakan dengan kepentingan politik pusat,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *