Trenggalek, Kanaltujuh.com –
Puluhan warga desa terdampak proyek pembangunan Bendungan Bagong mengancam akan terus bertahan ditempat jika kesalahan harga ganti rugi tanah yang telah ditentukan oleh appraisal tidak ada perubahan.
Pernyataan ini disampaikan oleh warga desa terdampak proyek pembangunan Bendungan Bagong usai menggelar hearing dengan Komisi I, BPN (Badan Pertanahan Nasional) dan OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait di ruang aula gedung DPRD Trenggalek, Jumat (4/3/2022).
“Apabila kesalahan-kesalahan dari appraisal tidak dibenahi maka apapun kita akan diam di tempat,” kata Mukani mewakili warga.
Mukani kemudian menerangkan bentuk kesalahan dari pihak appraisal adalah appraisal tidak menghitung aset rumah dan tegakan.
Lebih dari itu kata dia penghitungan nilai ganti rugi tegakan dan harga tanah yang dilakukan oleh dua appraisal dalam hal ini appraisal Febriman Siregar dan Budi Prabowo tidak sama.
“Contoh (ganti rugi) satu batang (tanaman) suwek, itu harganya 600 ribu, terus sekarang appraisal yang satunya Budi Prabowo itu (harganya) hanya 1000 rupiah,” katanya.
Begitupun soal harga ganti rugi tanah, Mukani menilai bahwa harga ganti rugi tanah yang ditetapkan oleh appraisal Febriman Siregar terbilang murah.
Ia lalu bercerita, dulu sebelum adanya proyek pembangunan Bendungan Bagong pernah terjadi transaksi atas harga tanah di kawasan tersebut senilai 525 ribu rupiah per meter.
Namun, saat ini sebutnya ketika proyek pembangunan Bendungan Bagong dilaksanakan, harga tanah yang ditetapkan appraisal 188 ribu rupiah.
Mukani mengaku ia beserta warga terdampak yang lain mengetahui semua harga ganti rugi tersebut justru dari pihak BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai Berantas) bukan dari pihak appraisal.
“Jadi antara panitia (pengadaan tanah) dengan panitia tidak sama,” ungkapnya.
Mukani sendiri mengaku kecewa ketika dalam hearing tersebut pihak appraisal tidak bisa hadir.
Sekedar diketahui puluhan warga terdampak proyek Bendungan Bagong berasal dari Desa Sumurup Kecamatan Bendungan Kabupaten Trenggalek.