Kasus Korupsi Kementan, Diduga Mark Up Anggaran Hingga Penggunaan Uang Untuk Umrah

Kasus Korupsi Kementan, Diduga Mark Up Anggaran Hingga Penggunaan Uang Untuk Umrah
Mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo memasuki ruang konferensi pers Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (13/10/2023). Syahrul merupakan tersangka kasus dugaan korupsi berupa pemerasan dalam jabatan, gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan)/Foto: Kompas

Kanaltujuh.com –

Ketika menjabat sebagai Menteri Pertanian, ada dugaan bahwa Syahrul Yasin Limpo terlibat dalam tindakan korupsi, dengan uang hasil korupsi yang diduga digunakan untuk tujuan umrah.

Iklan

“Terdapat penggunaan uang lain oleh SYL bersama-sama dengan KS dan MH serta sejumlah pejabat di Kementerian Pertanian untuk ibadah umrah di Tanah Suci dengan nilai miliaran rupiah,” ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dikutip dari Detik.com dalam konferensi pers di gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (13/10/2023).

SYL merujuk kepada Syahrul Yasin Limpo, sementara KS adalah singkatan untuk Kasdi Subagyono, yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementan. Mereka berdua bersama Muhammad Hatta (HS), yang merupakan Direktur Alat dan Mesin Pertanian di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan, telah menjadi tersangka dalam kasus ini.

Ada dugaan bahwa SYL telah mengambil tindakan pribadi dengan membuat kebijakan yang melibatkan pengumpulan dana serta penerimaan kontribusi dari pegawai ASN di dalam Kementan untuk keperluan pribadi, termasuk untuk kepentingan keluarganya. Pengumpulan tersebut terjadi dalam periode 2020 hingga 2023.

Unit tingkat eselon I dan eselon II mengalami penerimaan dana melalui penyetoran tunai serta transfer melalui rekening bank. Terdapat elemen tekanan dalam hal ini, karena jika mereka tidak melakukan penyetoran, ASN dan pejabat yang terlibat berisiko dipindahkan ke unit kerja lain atau status jabatan mereka diubah.

KPK juga mencatat bahwa terdapat peningkatan anggaran yang tidak sah dalam pelaksanaan anggaran Kementan dalam kasus ini, termasuk permintaan uang kepada vendor proyek Kementan.

“Uang yang dinikmati SYL bersama-sama dengan KS dan MH sebagai bukti permulaan sejumlah sekitar Rp 13,9 miliar dan penelusuran lebih mendalam masih terus dilakukan Tim Penyidik,” jelas Alexander Marwata.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *