Terkait RUU TPKS, Pemerintah Telah Rangkum 623 Daftar Inventarisasi Masalah

Terkait RUU TPKS, Pemerintah Telah Rangkum 623 Daftar Inventarisasi Masalah
Wamenkumham, Eddy O.S. Hiariej/Foto: Liputan6

Jakarta, Kanaltujuh.com –

Tim Gugus Tugas percepatan Rancangan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau RUU TPKS telah merangkum 623 Daftar Inventarisir Masalah (DIM) terhadap beleid inisiatif DPR ini.

Iklan

Ketua Tim Eddy O.S Hiariej menyebut DIM yang disusun pemerintah mencakup soal hukum acara pidana hingga penanganan dan rehabilitasi korban.

Ia menyebut keunggulan DIM beleid ini ada pada hukum acara yang sangat progresif dan lebih maju. Sebab sebelumnya dari ribuan kasus yang ditangani kepolisian dan kejaksaan, kata dia, penyelesaiannya hanya kurang dari 5 persen.

“Berarti ada masalah pada hukum acaranya. Nah, ini yang diperbaiki,” tutur Wakil Menteri Hukum dan HAM ini dalam keterangan tertulis dilansir dari Tempo.co, Jumat (4/2/2022).

Diskusi publik untuk membahas DIM ini digelar di hari yang sama. Diskusi digelar untuk menyempurnakan substansi DIM yang akan menjadi lampiran Surat Presiden (Surpres) ke DPR. Eddy mengatakan banyak substansi baru dalam DIM ini.

“Tentunya DIM pemerintah ini masih butuh banyak masukan dari koalisi masyarakat sipil dan akademisi,” ujarnya.

Wakil Ketua Tim Jaleswati Pramodhawardani menyampaikan kementerian dan lembaga telah menyiapkan skema tindak lanjut untuk mendukung penerapan beleid ini nantinya.

Salah satunya kajian pembentukan direktorat khusus untuk penanganan kasus kekerasan seksual di Kejaksaan Agung dan Kepolisian.

Kemudian, kajian pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTS PPA) sebagai one-stop service bagi korban kekerasan seksual.

“Proses penyusunan DIM ini dikoordinasi oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,” jelaa Deputi V Kepala Staf Kepresidenan ini.

Salah satu peserta diskusi yaitu Joni Yulianto dari Forum Masyarakat Pemantau untuk Indonesia Inklusif Disabilitas (Formasi Disabilitas).

Salah satu yang ia soroti adalah korban kekerasan seksual disabilitas yang membutuhkan bentuk-bentuk penanganan dan pendekatan yang berbeda.

Ia menyebut difabel sering tidak menyadari dan tidak memahami tentang alat kontrasepsi, bahkan tidak memahami pelecehan dan kekerasan seksual.

“Sehingga pendekatannya menjadi cukup berbeda. Dari situlah saksi ahli dan profile assessment menjadi penting untuk menjelaskan hal hal seperti ini,” kata Joni.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengajak koalisi masyarakat sipil dan akademisi, untuk bersama-sama memberikan masukan-masukan yang konstruktif demi kesempurnaan DIM RUU TPKS.

“Saya meyakini dengan diskusi publik rumusan DIM RUU TPKS akan menjawab segala persoalan terkait kekerasan seksual,” kata dia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *