Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya pembiayaan murabahah menjadi salah satu pilar utama dalam operasional lembaga keuangan syariah, dengan mekanisme yang berbasis pada jual beli dan transparansi produknya kepada konsumen. Tentunya melihat hal ini pembiayaan murabahah memberikan alternaif pembiayaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, karena adanya keterbukaan terkait harga mula dan keuntungan yang dinginkan. Maka dari itu dengan memiliki prinsip seperti ini pembiayaan murabahah menjadi Solusi ditengah kebutuhan Masyarakat yang semakin kompleks. Pembiayaan murabahah ini juga tidak hanya menjadi Solusi keuangan, tetapi juga cerminan dari komitmen Lembaga keuangan syariah dan juga mendukung kemaslahatan ekonomi.
Tentunya dalam implementasinya, pembiayaan murabahah ini terdapat berbagai risiko yang dapat mempengaruhi kestabilitasan keuangan Lembaga. Seperti risiko rusak atau hilangnya barang, risiko harga pasar yang turun, risiko biaya tambahan, risiko pembiayaan dan juga risiko operasional. Risiko yang disebutkan merupakan risiko yang sering kita jumpai didalam pembiayaan murabahah. Melihat berbagai risiko yang kemungkinan terjadi dalam pembiyaan murabahah ini, tanpa memiliki manajemen risiko yang efektif hal ini akan memiliki potensi kerugian yang besar, yang tidak hanya berdampak pada profitabilitas Lembaga, tetapi juga kepada kepercayaan nasabah terhadap sistem pembiayaan murabahah itu sendiri. Maka dari itu, pengelolaan terhadap risiko dalam pembiayaan murabahah ini harus dikelola dengan sebaik mungkin agar menjaga keberlanjutan dan daya saing dengan pembiayaan lainnya di Lembaga keuangan syariah.
Pada dasarnya, pembiayaan murabahah adalah akad jual beli yang di mana Lembaga keuangan syariah membeli barang atau aset tertentu sesuai dengan permintaan dari nasabah, kemudian menjualnya Kembali kepada nasabah dengan harga yang telah mencakup dengan margin keuntungan. Keunggulan dari pembiayaan murabahah ini adalah transparansi harga, yang dimana nasabah ini mengetahui harga pokok dan keuntungan yang diambil Lembaga keuangan syariah. Namun Lembaga keuangan syariah memiliki tanggung jawab lagi untuk memastikan kualitas barang yang dijual sesuai dengan prinsip syariah. Akad ini memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dari bentuk pembiayaan lainnya:
Keterlibatan Barang atau Aset Nyata, Murabahah melibatkan barang atau aset nyata yang menjadi objek akad. Barang tersebut harus halal, jelas spesifikasinya, dan telah dimiliki oleh lembaga keuangan sebelum dijual kepada nasabah. Hal ini menegaskan bahwa murabahah berbeda dari transaksi berbasis bunga yang bersifat abstrak dan tidak melibatkan aset riil. Dengan demikian, murabahah berlandaskan pada prinsip syariah yang menekankan keberadaan nilai nyata dalam transaksi ekonomi. Transparansi Harga, Salah satu keunggulan utama murabahah adalah transparansi harga. Dalam akad ini, nasabah mengetahui dengan jelas harga pokok barang dan margin keuntungan yang diambil oleh lembaga keuangan. Transparansi ini memberikan rasa keadilan bagi nasabah, karena mereka dapat memahami struktur pembiayaan tanpa ada elemen yang tersembunyi. Selain itu, transparansi harga juga mendorong kepercayaan antara nasabah dan lembaga keuangan. Kesepakatan di Awal, Sebelum akad dilakukan, nasabah dan lembaga keuangan syariah menyepakati semua syarat dan ketentuan transaksi, termasuk harga jual, margin keuntungan, dan jadwal pembayaran. Kesepakatan ini menghindarkan terjadinya ketidakpastian (gharar) yang dilarang dalam Islam. Dengan adanya kesepakatan awal, kedua belah pihak memiliki kepastian atas hak dan kewajibannya masing-masing. Kesesuaian dengan Prinsip Syariah, Setiap tahap dalam pembiayaan murabahah harus memenuhi prinsip syariah Barang yang diperjualbelikan harus halal, tidak mengandung unsur riba, gharar, atau maisir. Lembaga keuangan syariah juga bertanggung jawab memastikan bahwa transaksi ini tidak melanggar hukum Islam. Hal ini menjadikan murabahah sebagai alternatif pembiayaan yang etis dan bertanggung jawab.
Pembiayaan ini sering kali digunakan untuk pembelian barang konsumsi seperti kendaraan, peralatan rumah tangga, atau properti. Karena akad murabahah melibatkan aset nyata, ada sejumlah risiko yang perlu dipertimbangkan, termasuk risiko pasar, risiko kredit, dan risiko operasional. Mungkin akan sedikit kita bahas mengenai hal-hal yang akan terjadi didalam pembiayaan murabahah. Risiko pasar, berkaitan dengan fluktuasi nilai barang atau aset yang menjadi objek murabahah. Penurunan nilai barang, baik karena depresiasi maupun perubahan kondisi pasar, dapat memengaruhi kemampuan lembaga keuangan untuk mendapatkan kembali nilai penuh dari barang tersebut. Sebagai contoh, jika nasabah gagal membayar, lembaga keuangan mungkin harus mengeksekusi jaminan atau menjual kembali barang tersebut. Jika nilai pasar barang tersebut telah menurun, hal ini dapat menyebabkan kerugian. Risiko kredit, terjadi ketika nasabah gagal memenuhi kewajiban pembayaran sesuai jadwal. Dalam pembiayaan murabahah, risiko kredit menjadi signifikan karena margin keuntungan lembaga keuangan bergantung pada kelancaran pembayaran angsuran. Nasabah yang gagal bayar dapat menyebabkan peningkatan pembiayaan bermasalah (Non-Performing Financing/NPF), yang pada akhirnya dapat memengaruhi profitabilitas dan likuiditas lembaga keuangan. Risiko operasional, meliputi kegagalan proses internal, kesalahan manusia, atau faktor eksternal seperti perubahan regulasi. Dalam pembiayaan murabahah, risiko ini dapat muncul dari kesalahan dalam penilaian barang, dokumentasi yang tidak lengkap, atau kurangnya pemahaman nasabah terhadap akad yang disepakati.
Manajemen risiko yang efektif dalam pembiayaan murabahah memberikan berbagai manfaat signifikan bagi lembaga keuangan syariah. Salah satu manfaat utamanya adalah meminimalisir risiko kerugian akibat kredit macet atau wanprestasi oleh nasabah. Dalam pembiayaan murabahah, risiko ini sering muncul jika nasabah gagal membayar cicilan sesuai perjanjian. Dengan penerapan manajemen risiko yang baik, lembaga keuangan dapat mengantisipasi potensi kerugian melalui evaluasi kredit yang ketat dan penggunaan jaminan yang memadai. Selain itu, manajemen risiko memastikan bahwa transaksi tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, sehingga dapat mencegah praktik yang melanggar kaidah seperti riba atau gharar. Risiko pasar, seperti fluktuasi harga barang yang dapat memengaruhi margin keuntungan dalam pembiayaan murabahah, juga dapat dikelola dengan strategi yang tepat, seperti pengaturan waktu pembelian barang. Dengan demikian, manajemen risiko yang baik membantu lembaga keuangan menjaga kestabilan operasionalnya dan melindungi keberlanjutan usahanya.
Manajemen risiko yang terstruktur juga meningkatkan efisiensi operasional lembaga keuangan syariah dengan mengurangi biaya yang timbul akibat penyelesaian sengketa atau pengelolaan barang yang gagal bayar. Hal ini berdampak positif pada stabilitas keuangan lembaga dan meningkatkan kepercayaan nasabah terhadap profesionalisme pengelolaannya. Kepercayaan nasabah semakin meningkat ketika mereka merasa aman dari potensi risiko keuangan yang tidak terkendali.
Di sisi lain, penerapan manajemen risiko yang baik memberikan data dan informasi yang relevan bagi pengambilan keputusan strategis. Lembaga keuangan dapat memilih proyek pembiayaan yang lebih aman dan menguntungkan, sekaligus mematuhi regulasi yang ditetapkan oleh otoritas seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan mematuhi regulasi ini, lembaga tidak hanya menghindari sanksi hukum tetapi juga menjaga reputasinya di industri keuangan syariah. Dengan kata lain, manajemen risiko yang efektif tidak hanya berfungsi sebagai alat mitigasi risiko, tetapi juga sebagai strategi untuk meningkatkan efisiensi, kepatuhan syariah, dan kepercayaan nasabah secara berkelanjutan.
Sebagai kesimpulan, pengelolaan risiko dalam pembiayaan murabahah merupakan pilar penting dalam menjaga stabilitas dan keberlanjutan keuangan syariah. Pembiayaan murabahah, yang berbasis pada prinsip transparansi dan kesepakatan antara penjual dan pembeli, memberikan pondasi yang kuat untuk menciptakan sistem keuangan yang adil dan berintegritas. Namun, dalam praktiknya, berbagai risiko dapat muncul, seperti risiko pembayaran, risiko pasar, hingga risiko operasional. Oleh karena itu, pendekatan yang terstruktur dan menyeluruh dalam mengelola risiko ini menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa transaksi yang dilakukan tetap selaras dengan prinsip syariah serta mampu melindungi kepentingan semua pihak yang terlibat.
Salah satu langkah strategis dalam pengelolaan risiko adalah penerapan prinsip kehati- hatian (prudential principle), yang mencakup analisis kelayakan menyeluruh terhadap calon nasabah, termasuk evaluasi kemampuan pembayaran dan rekam jejak keuangan mereka. Selain itu, penggunaan dokumentasi kontrak yang kuat dan transparan juga menjadi alat penting dalam mengurangi potensi sengketa atau misinterpretasi. Pengawasan terhadap aset yang menjadi objek transaksi murabahah juga tidak boleh diabaikan, mengingat aset tersebut merupakan jaminan utama dalam pembiayaan ini. Dalam konteks ini, lembaga keuangan syariah dituntut untuk menjaga akuntabilitasnya dengan terus meningkatkan kualitas pengelolaan dan mitigasi risiko. Pengelolaan risiko yang baik juga tidak hanya memberikan perlindungan bagi institusi keuangan syariah, tetapi juga berkontribusi pada stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Dengan menciptakan lingkungan yang aman dan stabil, pembiayaan murabahah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Hal ini mencerminkan peran penting sistem keuangan syariah sebagai alternatif yang tidak hanya kompetitif, tetapi juga etis, dalam menghadapi tantangan ekonomi global.
Selain itu, keberhasilan pengelolaan risiko dalam pembiayaan murabahah merupakan bukti nyata dari penerapan nilai-nilai syariah yang menekankan keadilan, transparansi, dan tanggung jawab sosial. Dengan mengedepankan pendekatan ini, lembaga keuangan syariah dapat membangun kepercayaan masyarakat, sekaligus memberikan kontribusi positif bagi pemberdayaan ekonomi umat. Pada akhirnya, dengan manajemen risiko yang efektif, pembiayaan murabahah tidak hanya menjadi instrumen keuangan yang aman dan efisien, tetapi juga menjadi bagian integral dari upaya membangun sistem keuangan syariah yang tangguh, adaptif, dan berdaya saing tinggi di kancah global.
Rahmat Satya Budiman, Mahasiswa Kampus STEI SEBI Depok