Trenggalek Dikeruk, Siapa Yang Untung

Foto: Moch.Husni Taher Hamid

Abstrak

Eksploitasi sumber daya alam di Kabupaten Trenggalek menimbulkan pertanyaan serius

mengenai keadilan distribusi manfaat dan beban ekologis. Artikel ini mengurai

ketimpangan antara potensi kekayaan tambang dan dampaknya bagi masyarakat lokal.

Dengan pendekatan analisis kebijakan dan hukum sumber daya, tulisan ini mendorong

pembaruan tata kelola Sumber Daya Alam (SDA) yang lebih adil, partisipatif, dan

berkelanjutan.

Pendahuluan

Trenggalek dikenal sebagai kabupaten dengan bentang alam indah dan potensi geologis

yang kaya. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, sorotan publik lebih banyak tertuju

Baca Juga:
Playdate Literasi Keuangan Anak Pertama di Trenggalek, Serunya Belajar Uang Lewat Cerita dan Permainan!

pada maraknya eksploitasi tambang emas dan mineral lainnya. Proyek-proyek ekstraktif

masuk melalui izin yang sebagian besar diterbitkan oleh pemerintah pusat. Di tengah janji

pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, masyarakat lokal justru kerap merasa

menjadi pihak yang dikorbankan.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan kritis:

“siapa sebenarnya yang menikmati keuntungan dari eksploitasi sumber daya alam

di Trenggalek?”

Ketimpangan Manfaat dan Beban

Eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) idealnya memberi manfaat ekonomi, sosial, dan

lingkungan secara seimbang. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan ketimpangan.

Izin usaha pertambangan (IUP) yang dikeluarkan sering kali minim partisipasi warga.

Baca Juga:
Playdate Literasi Keuangan Anak Pertama di Trenggalek, Serunya Belajar Uang Lewat Cerita dan Permainan!

Bahkan, beberapa lokasi tambang menyasar kawasan lindung dan ruang hidup masyarakat

adat atau petani lokal.

Korporasi pemegang IUP mendapatkan hak untuk menambang dalam jangka panjang.

Sementara itu, masyarakat hanya menerima dampak—jalan desa rusak, polusi debu,

sumber air mengering, bahkan terjadi konflik horizontal terkait klaim lahan. Pekerjaan

yang ditawarkan pun bersifat jangka pendek dan dengan upah rendah.

Tata Kelola yang Terpusat dan Lemahnya Daerah

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba menghapus sebagian besar

kewenangan daerah dalam perizinan tambang. Hal ini membuat kabupaten seperti

Baca Juga:
Playdate Literasi Keuangan Anak Pertama di Trenggalek, Serunya Belajar Uang Lewat Cerita dan Permainan!

Trenggalek hanya menjadi penonton dalam proses yang menentukan masa depan

ekologisnya. Fungsi pengawasan oleh pemda pun terbatas, terutama dalam konteks

kapasitas teknis dan anggaran.

Moh Husni Tahir Hamid ———– PARTAI HANURA KAB.TRENGGALEK

Lebih dari itu, kontribusi langsung dari sektor tambang ke pendapatan daerah juga sangat

minim. Skema bagi hasil atau dana kompensasi tidak sebanding dengan kerusakan

lingkungan yang muncul. Inilah bentuk paradoks kebijakan: daerah menanggung risiko,

sementara keuntungan lebih banyak dinikmati di luar daerah.

Rekomendasi: Membangun Keadilan Sumber Daya Alam (SDA)

Baca Juga:
Playdate Literasi Keuangan Anak Pertama di Trenggalek, Serunya Belajar Uang Lewat Cerita dan Permainan!

Pemerintah daerah bersama masyarakat sipil perlu membangun narasi alternatif

pembangunan yang tidak bergantung pada ekstraksi Sumber Daya Alam (SDA). Beberapa

langkah strategis yang dapat diambil antara lain:

1. Audit dan Review Izin Tambang: Melibatkan unsur perguruan tinggi, masyarakat adat,

dan organisasi lingkungan hidup.

2. Penguatan Regulasi Perlindungan Lingkungan Daerah: Perda RTRW, Perda

Perlindungan Hutan, dan Perbup mengenai konsultasi publik perlu diperkuat

implementasinya.

3. Pengembangan Ekonomi Alternatif: Investasi pada sektor pertanian berkelanjutan,

ekowisata, dan ekonomi kreatif berbasis lokal.

4. Desentralisasi Asimetris SDA: Mendorong revisi UU Minerba agar daerah penghasil

Baca Juga:
Playdate Literasi Keuangan Anak Pertama di Trenggalek, Serunya Belajar Uang Lewat Cerita dan Permainan!

memiliki porsi kewenangan lebih besar dalam mengatur wilayahnya.

Penutup

Kekayaan alam Trenggalek seharusnya menjadi anugerah, bukan kutukan. Ketika logika

investasi lebih mendominasi dibanding logika keberlanjutan dan keadilan sosial, maka

konflik akan terus berulang. Eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) tanpa kendali hanya

akan memperbesar jurang ketimpangan. Pertanyaannya kini bukan sekadar siapa yang

menambang, tetapi: siapa yang peduli dan siapa yang berani menghentikan ketimpangan?

Daftar Pustaka

• Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

• Wicaksono, A. (2021). SDA dan Keadilan Ekologis. Jurnal Hukum dan Lingkungan

Baca Juga:
Playdate Literasi Keuangan Anak Pertama di Trenggalek, Serunya Belajar Uang Lewat Cerita dan Permainan!

• KPK. (2022). Kajian Tata Kelola Pertambangan di Daerah

• WALHI Jawa Timur. (2023). Laporan Advokasi Tambang Trenggalek

• BPS Trenggalek. (2024). Statistik Lingkungan Hidup dan Ekonomi Daerah

Menaksopal, 9Juli2025/13Muharram1447H

Penulis: Moh Husni Tahir HamidEditor: herman subagio

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *