kanaltujuh.com
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Direktur Utama Perum Perhutani, Wahyu Kuncoro dalam dugaan rasuah pengelolaan kawasan hutan di PT Eksploitasi dan Industri Hutan V (Inhutani V). Penyidik KPK memeriksa Wahyu pada hari ini, Selasa, 7 Oktober 2025.
“Pemeriksaan dilakukan di gedung Merah Putih KPK,” kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis dikutip dari Tempo.co
Selain Wahyu, KPK turut memeriksa satu orang lainnya yaitu Manajer Akuntansi PT Paramitra Mulia Langgeng, Sudirman Amran. Keduanya diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi atas dugaan korupsi di Inhutani V.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga tersangka pada 14 Agustus 2025. Penetapan tersangka dilakukan selang sehari setelah operasi tangkap tangan (OTT). Ketiga tersangka itu adalah Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng, Djunaidi; Staf Perizinan SB Group, Aditya; serta Direktur Utama Inhutani V, Dicky Yuana Rady.
KPK meringkus sembilan orang di empat lokasi, yakni Jakarta, Bekasi, Depok, dan Bogor. Dari operasi itu, penyidik menyita sejumlah barang bukti, antara lain uang tunai SGD 189.000 (sekitar Rp 2,4 miliar), uang tunai dalam bentuk Rupiah senilai 8,5 juta, satu unit mobil Rubicon di rumah Dicky, serta satu unit mobil Pajero milik Dicky yang berada di rumah Aditya.
Djuanidi dan Aditya diduga memiliki peran sebagai pemberi suap. Sedangkan Dicky Yuana Rady adalah tersangka penerima suap. Djunaidi dan Aditya dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Dicky diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
KPK menyatakan kasus ini berawal kerja sama Inhutani V dengan PT Paramitra Mulia Langgeng soal pengelolaan kawasan hutan seluas 55,157 hektare di Lampung. Dalam perjalanannya, terjadi permasalahan di antara keduanya. PT PML tidak memenuhi kewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk periode 2018–2019 senilai Rp 2,31 miliar.
Selain itu, perusahaan tersebut juga menunggak pembayaran pinjaman dana reboisasi sebesar Rp 500 juta per tahun dan belum menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan bulanannya. Pada 2023, melalui putusan Mahkamah Agung, perjanjian kerja sama yang telah direvisi pada 2018 dinyatakan tetap berlaku. Dalam putusan itu, PT PML juga diwajibkan membayar ganti rugi sebesar Rp 3,4 miliar. Keduanya kemudian melanjutkan kerjasama tersebut.
PT PML kembali mengelola kawasan hutan di Register 42, Register 44, dan Register 46, sesuai perjanjian kerja sama yang telah direvisi pada 2018. Prosesnya dituangkan dalam kesepakatan pengelolaan hutan oleh PT PML melalui RKUPH (Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan). Kesepakatan ini tercapai setelah pertemuan antara jajaran direksi dan dewan komisaris PT Inhutani dengan Djunaidi selaku Direktur PT PML beserta timnya di Lampung pada Juni 2024.
Dua bulan kemudian, Djunaidi mentransfer Rp 4,2 miliar ke rekening PT Inhutani V untuk biaya pengamanan tanaman dan kebutuhan perusahaan. Pada saat yang sama, Dicky menerima uang tunai Rp100 juta dari Djunaidi, yang menurut KPK digunakan untuk kepentingan pribadi.