Trenggalek, Kanaltujuh.com –
Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD) se Kabupaten Trenggalek Puryono menegaskan bahwa pihaknya menolak tanah kas desa dijadikan aset milik Pemerintah Kabupaten Trenggalek.
Pernyataan ini disampaikan Puryono usai dirinya beserta anggota AKD menggelar rapat dengar pendapat dengan wakil ketua DPRD Trenggalek, Ketua Komisi II dan Ketua Komisi IV beserta OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait di aula gedung DPRD Trenggalek, Senin (12/4/2022).
“Kalau aset desa ini harus disertifikatkan menjadi miliknya pemkab, kami sampai kapanpun tidak boleh,” ungkapnya.
Puryono melanjutkan yang menjadi alasan pihaknya menolak tanah aset desa dijadikan aset milik pemkab, karena tanah aset tersebut berdasarkan asal usul merupakan kewenangan dari pemerintah desa itu sendiri.
“Kami tidak akan melepas,” tegasnya.
Ia lalu mengatakan jika tanah aset desa digunakan oleh pemerintah untuk fasilitas pendidikan dan kesehatan, maka ia meminta agar digunakan cara pinjam pakai.
Pola ini sengaja disampaikan Puryono dalam upaya untuk menghindari aset tanah desa dirampas oleh pemkab.
“Kalau digiring ke opini bahwa kami tidak pro dengan pendidikan dan kesehatan, ya jangan. Ini adalah terkait dengan aset,” ujarnya.
Lebih jauh ia menerangkan bahwa aset tanah desa yang digunakan untuk fasilitas umum pemerintah kabupaten, dulu sifatnya hanya dipinjamkan oleh para pendahulu pemerintah desa.
Akan tetapi jika hari ini kata dia terdapat regulasi SIPD (Sistem Informasi Pembangunan Daerah) harus clear & clean, hal itu di luar kewenangan pemerintah desa.
Ia lalu menilai bahwa hasil rapat dengar pendapat saat ini tidak ditemukan adanya solusi atau ia sebut masih tergolong mengambang.
Dirinya berharap soal penertiban aset tetap menjadi milik pemerintah desa, sementara Pemkab Trenggalek diminta untuk tetap hadir ketika dibutuhkan untuk pembangunan fisik di tiap desa.
Sekedar diketahui, dengan adanya SIPD (Sistem Informasi Pembangunan Daerah) dimana setiap tanah yang akan dibangun dengan menggunakan dana APBD, maka tanah tersebut harus terlebih dulu menjadi milik pemerintah kabupaten.
Dengan adanya fenomena seperti ini memantik para kepala desa se-Kabupaten Trenggalek melakukan penolakan melalui rapat dengar pendapat.