Kolom  

Jaksa dan Penuntut Umum: Peran dan Tanggung Jawab yang Berbeda dalam Penegakan Hukum

Jaksa dan penuntut umum mempunyai makna yang berbeda dalam KUHAP

Jaksa dan penuntut umum mempunyai makna yang berbeda dalam KUHAP. Akibat perbedaan tersebut, terdapat perbedaan dalam wewenang dan tanggung jawab keduanya, meskipun mereka berada di bawah lembaga Kejaksaan RI.

Menurut Pasal 1 angka 6 huruf (a) dan huruf (b) KUHAP, jaksa merupakan pejabat yang diberikan wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan juga melaksanakan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.

Di sisi lain, penuntut umum merujuk pada jaksa yang diberikan wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Pengertian jaksa dan penuntut umum dapat dijelaskan lebih lanjut dalam UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.

Pasal 1 angka 1 dan angka 2 menjelaskan bahwa jaksa merupakan seorang pejabat fungsional yang memiliki kewenangan sesuai dengan undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan melaksanakan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Selain itu, jaksa juga memiliki wewenang lain berdasarkan ketentuan undang-undang.

Di sisi lain, penuntut umum merujuk pada jaksa yang diberikan wewenang oleh undang-undang untuk melakukan tindakan dan melaksanakan penetapan hakim.

Jaksa Sebagai Penuntut Umum

Tugas jaksa sebagai penuntut umum diatur dalam Pasal 13 KUHAP dan secara tegas diperjelas dalam Pasal 137 KUHAP.

  1. Melakukan penuntutan
  2. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
  3. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat
  4. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang
  5. Melengkapi berkas perkara tertentu.

Kewenangan Penuntut Umum

Pasal 14 KUHAP mengatur mengenai wewenang penuntut umum sebagai berikut:

  1. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu
  2. Mengadakan prapenuntutan apabila terjadi kekurangan dalam penyidikan dengan memberi petunjuk penyempurnaan
  3. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status penahanan setelah pelimpahan berkas dari penyidik
  4. Membuat surat dakwaan
  5. Melimpahkan perkara ke pengadilan
  6. Menyampaikan tuntutan kepada terdakwa tentang hari dan waktu sidang dan memanggil saksi dengan surat panggilan
  7. Melakukan penuntutan
  8. Penutup perkara demi kepentingan umum
  9. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggungjawab sebagai penuntut umum mengurai ketentutan undang-undang
  10. Melaksanakan penetapan hakim.

Secara keseluruhan, berdasarkan definisi KUHAP, tugas jaksa meliputi peran sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Di sisi lain, penuntut umum memiliki tugas untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.

Selanjutnya, perbedaan antara jaksa dan penuntut umum dapat dilihat dari aspek bahwa jaksa adalah sebuah jabatan, sementara penuntut umum merujuk kepada individu yang diberikan wewenang untuk melakukan penuntutan di hadapan hakim dengan sifatnya yang hanya bersifat fungsional.

Jabatan fungsional jaksa adalah jabatan yang memiliki keahlian teknis dalam struktur organisasi kejaksaan yang membantu kelancaran pelaksanaan tugas-tugas kejaksaan. Oleh karena itu, jabatan fungsional jaksa berfokus pada keahlian teknis dalam menjalankan proses penuntutan.

Jaksa dan penuntut umum dalam KUHAP memiliki perbedaan dalam fungsi dan tugas yang mereka emban. Dalam konteks persidangan, hanya ada satu orang yang bertindak sebagai penuntut umum, sedangkan yang lainnya adalah anggota tim, meskipun status mereka sama-sama sebagai jaksa.

Jaksa memiliki wewenang untuk menyusun surat dakwaan, hadir dalam persidangan, dan melakukan penuntutan dalam kasus pidana. Di sisi lain, penuntut umum memiliki wewenang untuk melaksanakan penetapan hakim, selain dari melakukan penuntutan.

Artikel Hukum ini ditulis oleh

Fabian Samaratungga Sukma Kalijaga

(Kelahiran Kabupaten Trenggalek. Berdomisili di Kabupaten Jember. Saat ini aktif sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember. Bisa dihubungi melalui Instagram/@fabianssk)

Exit mobile version