Pertemuan Presiden dengan 6 Ketua Umum Parpol Koalisi Dinilai Bisa Munculkan Skenario Baru

Pertemuan Presiden dengan 6 Ketua Umum Parpol Koalisi Dinilai Bisa Munculkan Skenario Baru
Presiden Joko Widodo ketika berjumpa dengan para pemimpin partai politik koalisi di Istana Negara, Jakarta, Rabu, (25/8/2021)/Foto: Setpres

Kanaltujuh.com –

Pertemuan Presiden Joko Widodo bersama para ketua umum partai politik yang mendukung pemerintahannya bersama Wakil Presiden Ma’ruf Amin, kecuali Ketua Umum Partai Nasdem, menambah dinamika situasi politik. Terdapat beberapa skenario yang dianggap mungkin muncul dari pertemuan tersebut, seperti membahas kembali koalisi besar atau membicarakan pembagian kekuasaan.

Pada Selasa (2/5/2023) malam, Presiden Joko Widodo mengundang enam ketua umum partai politik koalisi pemerintah dalam rangka silaturahmi Lebaran yang diadakan di Istana Merdeka, Jakarta. Enam ketua umum partai politik yang diundang meliputi Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, dan Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Mardiono. Namun, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh tidak termasuk dalam daftar undangan.

Menurut Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP, Romahurmuziy, meskipun hanya enam partai politik yang diundang dan tanpa Nasdem, koalisi pendukung pemerintah masih cukup solid karena empat dari enam ketua umum partai politik tersebut merupakan “pembantu Presiden”.

“Apalagi, yang disampaikan Jokowi, untuk kesinambungan pembangunan, untuk Indonesia,” ujar Romahurmuziy dikutip dari Kompas.id.

Seperti yang diketahui, Airlangga Hartarto menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Prabowo Subianto menjabat sebagai Menteri Pertahanan, Zulkifli Hasan menjabat sebagai Menteri Perdagangan, dan Mardiono menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden.

Menurut Romahurmuziy, pertemuan malam ini memiliki potensi untuk membentuk koalisi besar dengan Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto sebagai pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Hal ini didasarkan pada dua faktor. Pertama, kedua figur tersebut memiliki elektabilitas yang tinggi menurut berbagai lembaga survei. Kedua, partai yang memenangkan Pemilu 2019, yaitu PDI-P, lebih cocok untuk mengusulkan capres, sementara partai pemenang berikutnya, yaitu Gerindra, lebih cocok untuk mengusulkan cawapres.

“Tentu hal ini terpulang ke Prabowo, apakah bersedia menjadi cawapres di tengah amanat partainya untuk menjadi capres,” kata Romahurmuziy.

Jika koalisi besar tanpa Nasdem tidak terbentuk, pertemuan malam ini mungkin akan menyelesaikan pembagian kekuasaan di antara enam partai pendukung pemerintah. Seperti yang diketahui, PDI-P dan PPP telah mengambil sikap final untuk mendukung Ganjar sebagai calon presiden, sementara keempat partai lain belum memutuskan sikap mereka.

Distribusi kekuasaan ini dianggap penting untuk memastikan kelangsungan pembangunan yang telah dilakukan oleh pemerintah saat ini, terutama proyek-proyek infrastruktur seperti pembangunan ibu kota baru, jalan tol, bendungan, dan bandara.

”Ini sejalan dengan harapan Pak Jokowi di beberapa kesempatan terbatas yang mengatakan bahwa presiden terpilih tahun 2024 nanti diharapkan tetap diusung dan dimotori oleh anggota parpol pendukung pemerintahan saat ini,” ucap Romahurmuziy.

Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menyatakan bahwa pertemuan antara Presiden Jokowi dan ketua umum partai politik pada Selasa malam harus dipahami sebagai suatu tindakan yang dilakukan di luar kontestasi Pemilihan Presiden 2024. Keenam parpol yang diundang memiliki komitmen untuk membangun legacy untuk pemerintahan Jokowi-KH Ma’ruf Amin. Selain itu, konsolidasi politik yang terus dilakukan oleh parpol-partai tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi penting bagi stabilitas politik nasional.

“PDI Perjuangan meyakini bahwa, selain berbicara capaian, Presiden Jokowi juga akan membahas berbagai tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini dan di masa depan. Tentu saja berbagai konstelasi politik nasional kami yakini juga disampaikan oleh Presiden,” tutur Hasto.

Dia menyatakan bahwa meskipun tindakan Presiden Jokowi mungkin mempengaruhi perubahan situasi politik, namun tetap berada dalam batasan demokratis. Hasto menambahkan bahwa ada keyakinan bahwa apa yang disampaikan oleh Presiden Jokowi didasarkan pada data yang akurat dan analisis politik yang kredibel.

“Dengan kredibilitas tersebut, akan dapat membantu membangun kesadaran, bagaimana kerja sama politik dilakukan sehingga terjadi kesinambungan. Bahwa apa yang dilakukan tersebut, mungkin ada yang memiliki perspektif berbeda, dan kemudian memberikan kritik, itu merupakan hal yang wajar. Namun, tidak dapat dimungkiri bahwa dengan tingkat kepuasan yang tinggi, mencapai 78 persen, membuktikan bahwa kerja sama partai politik di pemerintahan dinilai positif oleh rakyat,” papar Hasto.

Exit mobile version