Kini Napi Korupsi Tak Harus Jadi Justice Collaborator Untuk Mendapat Remisi

Ilustrasi hukum dan keadilan
Ilustrasi hukum dan keadilan/Foto: Istimewa

Jakarta, Kanaltujuh.com

Mahkamah Agung (MA) mengabulkan uji materi terhadap sejumlah pasal yang mengatur remisi dan pembebasan bersyarat untuk narapidana kasus kejahatan luar biasa, termasuk tindak pidana korupsi pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012.

Sebagai informasi, PP 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan itu memperketat pemberian remisi kepada narapidana tiga jenis kejahatan luar biasa, yakni narkoba, korupsi, dan terorisme.

“Putusan: Kabul HUM (Hak Uji Materiil),” demikian bunyi putusan yang telah dibenarkan oleh Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro.

Salah satu yang menjadi objek pengujian yakni Pasal 34A ayat (1) huruf a yang menerangkan bahwa narapidana kasus kejahatan luar biasa termasuk korupsi bisa mendapat remisi dengan syarat ‘bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya.’

Pasal tersebut telah dibatalkan dan dicabut oleh MA melalui putusan perkara nomor: 28 P/HUM/2021, yang diketok pada 28 Oktober 2021.

Dengan begitu, narapidana kasus kejahatan luar biasa termasuk korupsi tidak perlu menjadi justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama untuk memperoleh remisi.

Pasal 34A ayat (1) huruf a tersebut ditafsirkan oleh aparat penegak hukum dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai justice collaborator.

Namun, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM sebagai pihak yang bertanggung jawab dan berwenang memberikan remisi menafsirkan pasal itu sebagai surat keterangan (SK) bekerja sama dengan penegak hukum.

Exit mobile version