Trenggalek, Kanaltujuh.com –
Puluhan Mahasiswa yang tergabung dalam sebuah organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah Trenggalek melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Trenggalek, Jumat (2/12/2022).
Dalam aksinya para mahasiswa ini menyuarakan menolak sejumlah draf pasal dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang pernah dibahas pada 9 November 2022 oleh DPR-RI. Adapun sejumlah draf pasal yang dinilai bertolak belakang di alam Demokrasi saat ini yakni Pasal 256, 218, 220, 349 dan 350.
Sesuai selebaran yang dibuat oleh para mahasiswa ini, Pasal 256 disebutkan tentang pawai, unjuk rasa atau demonstrasi. Kemudian pada pasal 218 hingga 220 tentang penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden. Selanjutnya pada Pasal 349 dan 350 tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara.
Menurut para mahasiswa beberapa pasal yang bermasalah tersebut bertentangan dengan jaminan perlindungan hak kebebasan berpendapat dan berekspresi yang tertuang dalam UUD 1945 serta berbagai instrumen hak asasi manusia internasional lainnya.
Dengan adanya sejumlah pasal yang dinilai bermasalah, kemudian para mahasiswa ini mengajukan dua tuntutan. Yang pertama mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera menunda pengesahan RKHUP hingga RKHUP tidak lagi bermasalah. Tuntutan yang kedua adalah menuntut pemerintah dan DPR-RI untuk mengakomodasi masukan dari masyarakat sipil terhadap pasal-pasal bermasalah dalam RKHUP..
Aksi unjuk para mahasiswa ini diterima oleh dua Wakil Ketua DPRD Trenggalek Doding Rahmadi dan Arik Sri Wahyuni. Di hadapan para awak media, Doding mengatakan bahwa dirinya juga tidak sependapat jika kebebasan berpendapat dimuka umum dibatasi.
“Kalau seperti ini nanti dilaporkan terus teman-teman ditangkap kan gak bagus secara demokratis. Jadi kalau menurut saya secara pribadi kurang cocok,” ujarnya.
Menurut Doding membuat fitnah dan menista yang bersifat indiividu bisa di permasalahkan, namun jika para pejabat publik itu dikritik, itu bagian dari resiko sebuah jabatan. Menjadi pejabat publik kata dia harus siap menerima kritik dari masyarakat.
“jadi saya memang tidak sepakat dengan pasal-pasal tersebut, mudah-mudahan nanti di DPR juga dibahas dengan serius dan pasal-pasal ini tidak disahkan,” pungkasnya.