Kritik Untuk Jokowi: Terlalu Banyak Campur Tangan Dalam Urusan Pilpres 2024?

Kritik Untuk Jokowi: Terlalu Banyak Campur Tangan Dalam Urusan Pilpres 2024?
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo bersama Presiden Joko Widodo/Foto: Istimewa

Kanaltujuh.com –

Jokowi dikritik karena terlalu banyak ikut campur dalam urusan Pilpres 2024 dengan mengumpulkan enam ketua umum parpol di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta pada Selasa (2/5/2023) malam.

Hadir dalam pertemuan tersebut Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, dan Plt Ketua Umum PPP M Mardiono.

Tidak diundang dalam pertemuan tersebut Ketua Umum NasDem Surya Paloh, yang diduga karena parpol tersebut telah mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden mereka.

Setelah pertemuan dengan Jokowi pada malam Selasa, Prabowo mengaku menerima amanat besar terkait Pilpres 2024. Sebelumnya, Jokowi juga memanggil Sandiaga Uno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan memberikan nasihat politik kepadanya.

Tak hanya Sandi, Jokowi juga mengundang beberapa tokoh politik seperti Prabowo, Zulhas, dan Hary Tanoesoedibjo ke Istana sebelum Ganjar Pranowo resmi diumumkan sebagai calon presiden dari PDIP.

Jokowi juga kerap memberikan sinyal dukungan dengan melakukan kegiatan bersama para calon presiden seperti panen raya padi di Kebumen bersama Ganjar dan Prabowo pada awal Maret lalu.

Jamiluddin Ritonga, seorang pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, berpendapat bahwa Jokowi telah melebihi kewenangannya sebagai presiden dengan terlalu aktif terlibat dalam urusan pencapresan.

Menurut Jamiluddin, perilaku Jokowi tersebut berpotensi mengurangi martabat Istana dan meruntuhkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Pak Jokowi sebagai presiden itu kan sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, karena itu seharusnya Pak Jokowi tidak cawe-cawe tentang capres. Karena itu bukan porsinya,” kata Jamiluddin saat dikutip dari CNNIndonesia.com.

Menurut Jamiluddin, sikap Jokowi dalam urusan pencapresan terlalu terlibat aktif dapat membuat Istana kehilangan muruahnya dan menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Dia juga membandingkan perilaku Jokowi dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada akhir masa pemerintahannya. Menurutnya, SBY mampu menjaga jarak dengan pasangan calon yang ada.

“Pak SBY memasang jarak yang sama baik kepada kubu Prabowo maupun Jokowi saat itu,” kata Jamiluddin.

“Di situ terlihat bahwa Pak SBY tidak menunjukkan keberpihakannya di depan umum kepada pasangan capres. Di sini, Pak Jokowi bukan memposisikan diri sebagai presiden tetapi sebagai politisi. Itu kan berbahaya,” sambungnya.

Exit mobile version