Prihatin Dengan Maraknya Praktik Korupsi, Jaksa Agung Lakukan Kajian Penerapan Pidana Mati Terhadap Koruptor

Jaksa Agung ST. Burhanuddin
Jaksa Agung ST. Burhanuddin

Jakarta, Kanaltujuh.com –

Jaksa Agung ST Burhanudin menyampaikan bahwa saat ini tengah fokus terhadap kasus korupsi yang terjadi di Jiwasraya dan Asabri yang saat ini sedang ditangani oleh Kejaksaan Aung (Kejagung).

ST Burhanudin merasa sangat prihatin terhadap korupsi yang terjadi di dua perusahaan tersebut, yang mana telah mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar.

Dua kasus tersebut menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 16,8 triliun dari Jiwasraya dan Rp 22,78 triliun dari Asabri.

Bahkan, ST Burhanudin disebut-sebut sedang melakukan kajian untuk menerapkan hukuman mati supaya terjadi rasa keadilan dalam penuntutuan perkara yang dimaksud.

Keprihatinan Jaksa Agung dan peluang terjadinya hukuman mati bagi koruptor dalam dua perkara tersebut disampaikan oleh Kepala Pusat Peneragan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjutak melalui rilis pers, Kamis, (28/10).

“Perkara Jiwasraya menyangkut hak orang banyak dan hak pegawai dalam jaminan sosial, demikian pula perkara korupsi yangterjadi di Asabri berkaitan dengan hak seluruh prajurit, di mana ada harapan besar untuk masa pensiun dan masa depan keluarag mereka di hari tua nanti,” kata Leonard.

Atas dasar itu, Jaksa Agung kini sedang melakukan kajian untuk menerapkan tuntutan hukuman mati bagi para terdakwa dalam perkara tersebut.

“Bapak Jaksa Agung sedang melakukan kajian untuk kemungkinan penerapan hukuman mati guna memberikan rasa keadilan dalam penuntutan dalam dua perkara tersebut,” jelas Leonard.

Sebagai informasi, aturan mengenai hukuman mati bagi koruptor dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pasal 2 ayat 2 UU No 31 Tahun 1999 disebutkan bahwa,

“Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.”

Yang dimaksud keadaan tertentu sudah dijelaskan dalam UU No 31 Tahun 1999 dalam bagian penjelasan, yaitu tindak pidana korupsi dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan militer.

Dari ketentuan tersebut sudah jelas bahwa hukuman mati dapat dilakukan bagi pelaku korupsi di Indonesia dengan beberapa syarat tertentu.

Exit mobile version